Sabtu, Agustus 29, 2009

*Usai


Kumohon, jangan jejali aku lagi dengan bulir-bulir penyesalanmu, hal itu sudah tak lagi berlaku. Tidak untuk kali ini, tidak untuk beberapa saat ke depan, karena kali ini aku akan merajah satu kata tepat di dahimu, yaitu USAI.
Jangan mendekat dalam hitungan satu meter, jangan beringsut berpikir bahwa kau masih layak berdiri sejajar dengan hatiku, jangan tuang senyum diatas getir bibirku, jangan layangkan belai ke kulit punggungku, karena semua sudah tiba, pada akhirnya tiba pada satu titik dimana aku telah menetapkan kita selesai.

“Aku ingin kita kembali, mengulang semua dari awal”, katamu
Aku tertegun dan mengucap.
”Apakah kita pernah memiliki sebuah awalan?”
Kamu kini yang tertegun. Dan aku kembali mengucap,
”Kamu datang dan pergi. Hilang dan kembali.”
Kamu menjawab,
”Ya itu aku!”
Aku menggeleng dan terpekur kemudian berkata,
“Baiklah kalau begitu. Hanya hatiku bukan layangan yang bisa kau tarik ulur sesuka hatimu”.
Kau terdiam dan membakarku dengan tatapan.
Aku menatap balik dengan porak poranda.
“Seberapa baik aku untukmu?”, tanyamu
“Tidak ada manfaatnya kamu untukku!” balasku.
Dia menghembuskan napas. Bau tembakau.
Aku merindukan bau itu.
“Tidak ada celah yang bisa kau buka?” tanyamu lagi.
Aku menatapnya lagi dan menggeleng,
”Tidak!” jawabku.

Kemudian kamu menatapku sangat dalam dan meninggalkanku dengan satu kecup di pucuk hidung. Kebiasaanmu. Rutinitasmu. Tidak mau mencium pipi, hanya pucuk hidungku.

Kau telah membelah hatiku. Kau satu-satunya orang yang membuat wajahku tirus dan kuyu. Kau pastinya tak seberapa tahu betapa perasaanku padamu sangat dalam. Tak tergali. Jauh. Tak berdasar. Tanpa nama.
Tinggallah disana, hanya sebagai bayangan.


Santa,
29 Agustus 2009
Selesai pk. 12.55 WIB

Sabtu, Agustus 22, 2009

*sekali lagi *


Menjelajahi dirinya dengan sekian hela napas yang tersisa
Tertinggal rasa yang terasah
Tanpanya, ruangan serasa kedap suara
Menghisapku hingga ke dasar kesadaran
Mendambanya
Kembali
Kembali kepadaku

Ku usahakan membuat pudar sinyal yang nyata
Ku abaikan lubuk hati yang telah memberikan jawaban
Mungkin dia, mungkin tidak, mungkin saja
Aku sibuk mengunyah curiga
Menelan bulat-bulat simpatiku agar tidak menjadi empati

Berkali aku bilang cukup dan sudah
Tapi kerap kali sanubari memanggil dan mendekap
Seluruh dia berkubang dalam angan yang terbang diatas awan
Semacam kain basah yang teronggok kusut di sudut ruangan
Dia tidak berpaling dan pergi
Dia justru mendekat dan menggenggam erat

Aku tetap sibuk merajam dan menghukum diri
Tak pantas, tak mungkin, mungkin pantas?
Caci maki sibuk hilir mudik
Rendah diri menjadi hantu gentayangan
Aku menghamburkan duka ke udara

Kali ini tanpa dia
Tanpa suara
Karena pedihnya luar biasa

Jatuh rasa, sekali lagi
Sekali lagi ...
Sekali lagi ...
Menginginkan seseorang ...
Hingga ke dasar kesadaran


22 Agustus 2009
Rumkupkup
23.00 WIB

Pasti, pasti, pasti


Menikmati setiap gumam yang terkulum dalam tenggorokan
Menahan napas hingga tersedak
Benci yang membuncah
Marah yang tersimpan rapat
Bau tak sedap, bau tak sedap, bau tak sedap


Mencarinya hingga ke hela napas terakhir
Memburunya seperti binatang yang mesti dibunuh
Air mata yang telah menguap
Sakit hati yang terlah terburai
Dia mesti mati, dia mesti mati, dia mesti mati

Menghilang tanpa jejak kearah selatan
Gemeretak tanah pecah, terbelah.
Seringai yang bertahta di bibir
Kilat dendam di sorot mata coklat tua
Kau pasti jatuh, kau pasti jatuh, kau pasti jatuh

Sebilah belati di tangan kanan
Kepalan tangan di tangan kiri
Rambut hitam legam bercinta dengan angin dahaga
Hati yang robek menyimpan sekian banyak tanya
Pasti, pasti, pasti.

Kau pasti mati ditanganku.
Sekarang, esok, 28 detik lagi, sekian tahun di depan.
Entah.
Pasti, pasti, pasti!

Kau pasti mati ditanganku.
Akan ku tunggu momen itu.




Santa,
22 Agustus 2009
22.17 WIB

Rabu, Agustus 19, 2009

*kali ini aku relakan


Begitu menggigit
Mulai terpasung
Sesak napas dimulai
Kali ini aku relakan

Lalu lalang dinihari
24 jam dalam sehari
Aku kerasukan
Kali ini aku relakan

Tidak benar bukan salah
Tidak tepat bukan maklum
Tidak hebat bukan acuh
Kali ini aku relakan

Dia tiup aku hirup
Dia terbang aku melayang
Dia senja aku dahaga
Kali ini aku relakan

Rumkupkup,
18 Agustus 2009
22.10 WIB

Senin, Agustus 17, 2009

... tiga ...


*Tiga

Tiga tangkai mawar dia tinggalkan diatas kasur
Minus dengkur
Beberapa detik hal itu membuat aku terpekur
Kemudian bersyukur

Aku berpikir ulang tentang satu kata menyerah
Rasa, yang selalu membuatku gerah
Tiba di titik yang paling bual, yaitu pasrah

Tanpa sayap megah dia tiba
Tentu saja tanpa tawaran apa-apa
Hanya beberapa alasan yang terdengar cukup sederhana

Itu saja cukup
Lebih dari cukup
Untuk membuatku gugup

Kali ini aku yakin sedang tidak menimba asa
Biarkan saja semua berlalu seperti apa adanya
Karena aku dan dia, beda tentu saja
Tapi dari sana dimulai segalanya

Dalam hitungan tiga
Aku dan dia
Berjalan bersama

Rumkupkup
02.40 WIB

17 Agustus2009

Senin, Agustus 03, 2009

Begini


Secarik kertas putih tanpa noda tinta
Kamu sedang bertahta
Dicoreng oleh satu garis hitam horisontal
Kamu ingin buat lubang diatas kapal

Bidak catur diatas hamparan hitam putih
Kamu kerap kali merintih
Daun kering berguguran jatuh
Kamu sedang mengoyak-ngoyak aku yang telah luruh

Berdiri di sudut kota
Kamu menantang mata
Diam sesak sendiri
Kamu berusaha merampok hati

Tidak perlu meyakini
Penuhi saja kalbu yang sepi
Semacam semilir ingin di dinihari
Tidak perlu banyak cakap yang nantinya akan menodai

Semua ini telah begitu murni
Tetapkan saja begini

Begini ...


H. Nawi
3 Agustus 2009
Pk. 20.48 WIB

Minggu, Agustus 02, 2009

*Merah Jambu*

Kamu memberi aku rona merah jambu
Dengan senyum terkulum dan sorot mata yang nyaman
Kamu sodorkan aku sebuah tawaran sederhana
Untuk menjadi yang terkasih

Kamu tidak janjikan aku awan bertaburan malaikat
Kamu tidak berikan aku harapan yang tergulung kabut
Kamu hanya menawarkan sebuah rasa sederhana yang memikat
Sekeranjang penuh rasa kasih sayang
Yang ketika ku cicipi sedikit terasa begitu manis
Aku pikir aku menyukainya

Kamu minta aku terus mengecat langit
Kamu sediakan banyak warna cat warna warni
Kamu sediakan waktu banyak untuk membantuku memilih warna
Dengan perlahan kamu telah memberikan aku pelangi
Mejikuhibiniu
Merah
Jingga
Kuning
Hijau
Biru
Nila
Dan
Ungu


Kamu bilang pipiku berwarna merah jambu
Dan berkali-kali kamu hanya akan menyapu pipiku dengan kecupmu yang lembut itu
Tak lebih dan tak kurang
Kamu telah melapisi hatiku dengan selimut baru

Sadarkah kau
Kau telah berubah menjadi merah jambu?


2 Agustus 2009
Roemkoepkoep
00.45 WIB

Sabtu, Agustus 01, 2009

Lowong


Begitu butuh seperti candu
Sesap hingga sesak
Terkuras hingga tandas
Kering melompong

Begitu merasa seperti kehilangan kendali
Laksana pecut yang menghabisi setiap sudut sendi
Nyerinya tak tertahankan
Aku pikir ini rasa yang mendamba

Cermin yang aku pecahkan tadi sore menyisakan perih
Wajahku terpantul melalui kepingan yang berserakan
Apakah aku menemukan kamu disitu?
Tidak, hanya aku dan luka

Tak tertandingi
Tak tergantikan
Sosokmu begitu mencekam
Seperti menenggak larutan kimia
Mudah meledak

Rusak sudah
Airnya tak terasa manis
Koyak sudah
Kisah yang tragis

Jangan kemana-mana
Kamu adalah sejarah


1 Agustus 2009
Santa
20.42 WIB