Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Selasa, Maret 02, 2010
Telah terinjak
Senantiasa ada dan menghentak
Menghunus seperti rasa berani
Tetapi senja yang timbul tenggelam
Membuatku ragu untuk berujar
Semua serba kabut tipis
Seperti labirin yang terkoyak
Debu beterbangan tak tentu arah
Salah satunya hinggap dipucuk hidungmu
Ingin rasanya kukecup dengan ujung bibirku
Merasakan kamu seperti menikmati satu gelas teh tawar hangat
Tidak perlu manis yang menyengat
Hangat saja sudah cukup membuat relung dadaku tersekat
Merenungi kamu sebelum aku rebah
Menikmati bau kulitmu yang seperti bau matahari
Menghirup bau napasmu yang seperti bau tembakau
Tak perlu aku julurkan lidahku untuk merayu
Kehadiranmu sudah membuatku gundah
Diam saja disana
Di pojokan ruang tempat biasa
Biarkan aku tetap menelan kekaguman akan semua rasa
Jangan bergerak
Aku tidak lagi ingin tersedak
Oleh rasa yang aku persilahkan masuk dan mulai terasa sesak
Jangan dihitung
Ini bukan matematika dan logika
Tetaplah diam seperti sebuah karya pahatan patung
Aku sudah mengunci rapat kedua telinga
Jangan beranjak
Aku sudah pada titik ingin berteriak
Bahwa hatiku telah terinjak
Telah terinjak!
2 Maret 2010
00.18 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar