Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Minggu, Januari 24, 2010
Cumbu terakhir
Hadir ditengah gelap
Sebagai lilin kecil yang menghangatkan sebuah ruang lebar
Segenap waktu berdetak
Kamu mengisi dan hanya mencipta
Sebuah rasa yang belum aku kenal
Mungkin itu maksud kita dipertemukan
Sebuah masa yang singkat namun padat
Sebuah rasa tanpa syarat
Kau berikan tanpa sekat
Kemarin kau pergi dalam genggaman kedua lenganku
Aku lihat kau menghela napasmu terakhir
Tak jemu aku mencumbu
Karena aku tahu ini telah menjadi cumbuan terakhir
Aku berulang kali peluk kamu
Aku berulang kali dekap kamu
Aku ingin merasakan rasa itu lagi dan lagi
Namun aku sadar kamu sudah tidak ada lagi
Air mata belum berhenti
Hingga detik ini
Rasa sakit kehilanganmu belum habis
Aku pikir itu pedih tak terkira yang tidak bisa ditepis
Aku ingin mengucapkan terima kasih
Dalam kurun waktu yang bisa dihitung dengan jari
Kau telah membuatku kembali belajar mencinta
Tanpa banyak umbar kata
Tanpa banyak umbar janji
Hanya memberi, lagi dan lagi
Aku akan simpan kamu
Selamanya
Dalam kotak hatiku yang telah kau titipkan sebuah lilin abadi
21 Januari 2010
Santa
10.05 pagi
Untuk: Chibby
Sabtu, Januari 16, 2010
Bertahan
Senyummu begitu getir
Ujung mataku menangkap itu
Mata kita begitu galau
Hatiku merasa kita berdua seolah retak
Tapi aku tidak percaya pada pecahan kaca
Aku menyandarkan keyakinanku pada hatimu
Mulutku bergumam tidak menentu
Lidahmu telah menyusun banyak kata namun tak terucapkan
Kita seperti si tuli dan si bisu
Tapi sayangnya hati kita telah bertaut
Cerita kita belum bisa menjadi ikhtisar
Karena dia masih menjadi sebuah konsep kasar
Dua ego yang sedang meraba dalam dua iklim
Mungkin diam adalah benar
Untuk sementara sebaiknya kita hening
Meredam dendam dan amarah
Semoga itu tidak membuat rasa kita seolah-olah menjadi pudar
Terlalu dini
Terlalu singkat
Untuk menyatakan bahwa perpisahan adalah yang terbenar
-Rumkupkup-
16 Januari 2010
02.05 WIB
*tujuh*
Dalam temaram aku menemukan lekuk bibirmu
Kusentuh dengan jariku
Aku menuntut kamu untuk merasakan aliran darahku melalui ujung jariku
Aku tidak terlalu menyukai sendiri
Meski itu yang kau pinta saat ini
Memiliki waktu untuk masing-masing dari kita menepi
Jangan sebut namaku yang ku tahu pasti telah ada dalam hatimu
Jangan panggil aku dengan panggilan kesayanganmu jika kita bertemu
Aku pikir kita sedang jemu dengan semua pertikaian yang menikam seperti sembilu
Semacam firasat
Aku sadar rasaku padamu bukan sesaat
Kita hanya sedang tersesat
Untuk mencari rasa kasih yang tengah penat
Aku menuntut kamu untuk tidak menyerah
Aku menuntut diriku untuk tidak lelah
Menghadapi hubungan kita yang seperti sengatan lebah
Begitu menyengat hingga kita berdua nyaris rebah
Aku menginginkan kita memperjuangkan hubungan ini
Demi sesuatu yang telah kita mulai sejak dini
Demi sesuatu yang telah tumbuh dihati
Demi sebuah niat baik yang telah aku junjung tinggi
Aku dan kamu hanya perlu bersabar
Saling memaafkan dan berhati besar
Percaya bahwa ketulusan adalah benar
Bahwa aku sungguh-sungguh tidak ingin kita berpencar
Aku tidak ingin kita usai
Aku tidak ingin rasa kita terburai
Aku ingin kita sama-sama bisa menuai
Apa yang sudah kita tanam semenjak tujuh bulan lalu
Rumkupkup
01.45 dinihari
16 Januari 2010/Sabtu
Jumat, Januari 15, 2010
*Kamu yang tunggal
Ini merupakan dahaga yang selama ini aku tahan
Aku terlelap ditemani oleh bintang yang memberikan kerjap fana
Membiarkan aku terbius dalam beningnya realita
Ketika kini aku rasakan pedih yang begitu mengganggu
Aku meleleh seperti bongkahan es yang perlahan cair
Menangis hingga bentuk wajahku menjadi boneka lumer
Jangan pergi lagi, aku merindukan momen ini
Aku tidak ingin berpaling lagi, karena benar kau sesungguhnya kekasih hati
Begitu bebas berceloteh tentang banyak kesalahan dan dusta yang aku nistakan dari mulutku
Aku tahu pasti kau akan memaafkanku tanpa syarat
Aku yakin kau akan tetap mencintaiku tanpa pernyataan hitam diatas putih
Membiarkan aku terkulai dihamparan selembar kain sebagai alas untuk bersimpuh
Dengan wajah yang telah penuh dengan air mata
Baru kali ini lidahku begitu kelu
Baru kali ini aku berdiri dengan muka yang sudah basah oleh air mata
Aku paham kau pasti mengerti apa yang terjadi tadi
Bawa aku kembali kepada pelukanmu
Aku sesungguh-sungguhnya rindu
Kau satu-satunya tempat aku mengadu
Dan mencintaimu sudah menjelma menjadi semacam candu
Meski banyak cerita yang aku robek karena keangkuhanku
Kau tetap menautkan dua tali diantara hati kita
Kau tetap mengawasi, meski aku sudah begitu keras menantang diriku sendiri
Aku heran
Bagaimana kau bisa mencintaiku sedemikian rupa
Tetap menjadi satelit
Tetap mengirim sinyal
Tetap memposisikan aku dalam jangkauan radarmu
Tetap berdiri tegak dan aku bisa bersender kapan saja aku menginginkan untuk jatuh
Aku kini pincang
Aku merasa hatiku telah lelah berjuang
Aku sedih hasratku mulai redup
Tapi lagi-lagi kau tetap ada dan setia menjadi tempat aku berceloteh tentang sebuah dongeng hidup picisan
Berikan aku cinta lagi
Berikan aku kehangatan itu lagi
Yang menyusup begitu hangat ketika aku menyebut namamu,setelah begitu lama kau ku tinggalkan
Harum
Auramu begitu hangat
Merangkai detak jantung kita hingga tiba pada satu ketukan yang sama
Buat aku mencintaimu lagi
Kali ini aku akan diam menanti
Dan dengan sabar menerimamu kembali
Rumkupkup
15 Januari 2010
Untuk: kekuatan yang lebih besar!
Langganan:
Postingan (Atom)