Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Sabtu, Mei 30, 2009
Kita
Dan sesungguhnya aku hanya ingin muntah dan membuatmu kembung dengan seluruh air yang kau reguk dariku.
Arogan sekali kamu.
Sudah berapa botol keangkuhan yang kau tenggak, sayang?
Dan sesungguhnya ingin sekali aku mengatakan kalau aku mual melihat wajahmu.
Aku pikir aku bisa berteman denganmu secara alami.
Pertemuan kita beberapa kali ini meyakinkanku bahwa kamu memang sama sekali tidak kenal aku.
Kemana saja kamu selama tiga tahun bersamaku?
[365 hari dikali 3]
Aku menelan kegetiranku sendiri
Ternyata yang kamu cintai dari aku hanya dunianya, bukan jiwaku
Aku diam dan menyimakmu.
Mulutmu berbuih dan berpasir.
Aku tetap diam dan simak baik-baik.
[kau terus menenggak air dan menimbanya dari sumurku]
Wajahmu berbinar dengan sorot sinar lampu 10 watt
Cukup terang untuk memberikan warna abu-abu pada otakku
Aku bisu dan tetap mendengar.
[meja mulai dipenuhi botol kosong dan serpihan gelas pecah serta tumpukan kupasan kacang]
[banyak bintik polkadot di lantai – mungkin benciku yang remuk]
Raut mukamu angkuh.
Aku paham kini.
Aku tidak menyesali perpisahan kita.
Aku lihat dari cermin di belakang kita mataku mulai beku berikut seisi-isinya.
Yang tersisa hanya segumpal peduli. Karena kamu pernah ada.
Kamu, aku.
Aku, kamu.
Kita.
Memang bukan satu.
Melainkan dua.
Santa, 30 Mei 2009
11.10 menjelang tengah hari
Anggukan kepala mulai yakin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar