Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Senin, Desember 21, 2009
*Lancang
Aku berani katakan kalau kau lancang
Karena telah berani mengayuh dari sebelah kaki yang pincang
Ketika kedua manik mata kita bentrok
Aku merasa jantungku dicangkok
Hati kita disemat dua ranting yang telah buyar di musim semi silam
Meski masing-masing dari kita memiliki sepasang cermin buram
Langit yang berwarna ungu itu telah mempertemukan kita untuk tidak sekedar mengucap salam
Aku pikir relasi yang kita jalin bukan fitnah
Setiap perseteruan memang mengoyak luka hingga bernanah
Aku pikir relasi yang kita jalin bukan pula sebuah drama picisan
Karena yang kita deskripsikan sudah cukup mirip dengan sebuah kartu undangan pernikahan
Aku rebah jatuh ke bumi
Seperti bernapas dalam air
Aku benci perasaan ini
Seperti dilaknat oleh gurun pasir
Bilamana kita tidak bertemu lagi di musim berikutnya?
Maukah kau tetap menunggu hingga tiba saat itu lagi?
Ketika mataku yang telah koyak
Ketika hatiku yang telah robek
Ketika egoku mulai congkak?
Maukah kau tetap menyematkan peniti di belahan jiwaku yang menganga?
Rumkupkup
00.15 WIB
21 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar