Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Jumat, November 14, 2008
Aku ingin
Aku ingin pulang
Tapi tidak tahu mesti kemana
Aku ingin merebahkan jiwaku pada seseorang
Tapi tidak tahu kepada siapa
Aku ingin merasakan ada yang memelukku erat hingga membuatku sesak
Tapi tiada siapapun
Aku ingin bibirku di dekap dalam bibir seseorang
Tapi tiada bibir yang mampir
Aku ingin menjemput pagi
Aku ingin mendatangi sore
Aku ingin menikmati malam yang suci
Dalam kesadaran yang sakral
Aku ingin diriku penuh
Tidak kosong seperti saat ini
Aku hilang
Tenggelam
Luruh jatuh
Apa aku mesti kembali ke bumi?
Aku menyentuh dadaku
Ada jantungku disana
Ada sumber hidupku disana
Ada detakku disana
Ada denyutku disana
Ada banyak cinta disana
Ada seseorang disana
Ada harapan disana
Ada AKU disana
Apakah aku akan kehilangan itu beberapa saat lagi?
Entahlah
Aku ragu
Aku ingin pulang
Rebah
Diam
Sejenak
Aku ingin tidur
Hening
Sekejap
Bermimpi
Aku ingin sepi ini di rajah
Di atas kulitku yang dingin
Aku ingin pedih ini di abadikan
Di dalam rasaku yang mulai berkarat
Tubuhku menggeliat
Jiwaku berteriak
Ternyata sepi itu menggigit
Pedas
Ternyata sendiri itu tidak lezat
Bolong
Air mataku sudah menjadi bulir siksa bagi pori – pori wajahku
Karena terus menerus mengucur tanpa permisi
Kematian memang tamu yang tidak diundang
Manusia hanya bisa mengalah
Dan waktu bukan sesuatu yang bisa kita hentikan
Manusia hanya bisa menjalani setiap ketukan nadanya
Mulutku melahap segala jerit yang keluar dari jiwaku
Lidahku terlipat gelap
Aku tenggelam sudah
Terbenam
Aku enggan menantang hidup lagi
*kain putih menutup wajahku yang membeku
Rajaku, istanaku, kotak kecilku
H. Nawi 1 no 1 a
Kamis, 13 November 2008
Pk. 15.08 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar