Sepotong asa dalam alunan angklung di bulan sabit yang menjuntai. Ada mereka, ada aku dan yang paling penat adalah ada benakku. Semuanya terjalin seperti jaring laba-laba di pojok blog ini.
Sabtu, Desember 06, 2008
Dua bola salju dan satu bara api
Kemarin malam suasana agak panas, karena ada kompetisi disana. Ketika aku berada di antara dua bola salju yang dua-duanya memiliki listrik kepadaku. Aku tidak sengaja dan tidak berniat menerima kejutan ini, tetapi hal itu terjadi yang pada akhirnya aku biarkan. Apa sesungguhnya yang akan terjadi ketika ada dua bola salju dan kamu berdiri sebagai bara api yang siap melumerkan kedinginan mereka?
Aku memperhatikan keduanya. Mata keduanya. Bahasa tubuh keduanya. Perlakuan keduanya.
Benar kata perempuanku, mereka punya listrik sekian watt dalam kandungan dan kadar kebekuan yang berbeda.
Aku jengah.
Beberapa waktu menjelang aku mulai mencium bau tanda tanya, kemudian cemburu dan berakhir pada kompetisi.
Aku jengah.
Masing-masing bola salju itu saling bertukar cerita kapan mulai kenal aku, dimana bertemu aku, kemana saja satu hari ini bersama aku. Seperti sebuah kegiatan monitoring, pikirku.
Aku perhatikan dengan lekat raut wajah masing-masing bola salju. Ada yang semakin beku dan ada juga yang tetap tenang bersikap.
Aku tambah jengah.
Aku merasakan bola salju itu lumer. Ada cemburu yang terbuka disana.
Perempuanku sibuk mengatakan banyak hal kepadaku, seperti, ”Kamu tahu dia tertarik padamu?”, aku lantas menggeleng. Tahu atau tidak aku tidak peduli. Karena aku tidak tertarik. Tidak lama, perempuanku kembali membuat pertanyaan, ”Apa maksud dia bilang ke kamu barusan? Kalau jiwa dia sakit? Sepertinya dia marah melihat ada bola salju lain disini.” aku mengangkat bahu dan menghisap dalam rokok yang sedari tadi menguap di bibirku. Aku bingung. Persoalan rasa dan ketertarikan seseorang kepadaku semestinya bukan menjadi masalah. Tapi kali ini buatku menjadi masalah. Aku lelah.
Masing-masing dari bola salju itu memperlakukanku dengan cara yang sangat berbeda.
Yang satu penuh dengan kontrol dan tidak ragu menunjukkan ketidaknyamanannya atas kehadiran bola salju yang lain.
Sementara bola salju kedua menyikapi semua hal ini dengan tenang dan canda yang manis.
Perempuanku kembali bernyanyi, ”Kamu perhatikan bola salju pertama! Sekarang! Lihat matanya!”
Dan aku melihat mata itu. Ada suka. Ada nilai yang dia langgar untuk hatinya padaku.
Aku buang wajahku jauh-jauh dari mata itu. Bukan ini yang aku inginkan.
”Sekarang kamu lihat mata bola salju yang di kiri kamu!” kata perempuanku lagi.
Dan aku menoleh ke kiri dan mendapati dia sedang menatapku dalam.
Ada binar. Ada rasa yang dipendam lama.
Ada banyak kata yang tak sempat diucapkan.
Padahal kami sudah kenal lama dan dia ternyata ingat betul tanggal, hari dan tahun kita pertama bertemu. Aku takjub, karena aku lupa. Bukan karena aku suka.
Dan aku tersenyum getir ketika dia mengalihkan pandangan matanya dari mataku.
Perasaanku ternyata tetap beku. Mataku mungkin terlihat jalang untuk banyak orang, tetapi bagi yang sudah mengenalku, mereka pasti tahu hatiku telah ku titipkan dimana. Kali ini, mau ada seribu bola saljupun aku yakin aku tidak bergeming.
Tidak sekalipun aku berusaha untuk mencicipi manis dan bekunya bola salju seperti yang sudah-sudah. Tidak lagi merasa tertantang untuk menaklukan sesuatu dari mata dan ego mereka sebagai bola salju.
Kali ini aku lebih tenang. Kali ini aku mulai paham. Dan kali ini aku bisa mengukur. Kapan dan bagaimana kondisi hatiku sendiri.
Ketika malam mulai semakin turun dan mataku mulai sayup, saat ketika aku ijin menyudahi malam bersama mereka, bilang sampai jumpa, dan ketika dua pasang mata penuh makna itu mengatakan banyak hal padaku, aku yakin aku semakin menutup jendela hatiku.
Perempuanku menyentuh bahuku perlahan, ”Aku suka kamu dikagumi banyak bola salju. Kamu begitu diinginkan!”
Dan aku tergelak serta membalasnya dengan menyentuh hidungnya sambil mengatakan, ”Ah masa? Kemarin kau murka kepadaku karena kau merasa pacarmu tertarik padaku melalui bukti yang kau tangkap dari sinar matanya ketika melihatku?”
Perempuanku lantas tertawa lepas.
Dan kami berdua tutup dinihari tadi dengan berbaring di ranjang sambil membicarakan kedua bola salju tadi.
Aku tersenyum dan merasa menang. Kali ini aku sungguh-sungguh tahu hati dan pikiranku bilang apa tentang sesuatu.
Puri Dewa Bharata
Seminyak-Bali
Sabtu, 6 Desember 2008
Pk. 11.25 WIT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar